Larangan Karyawan Menikah Selama Masa Kontrak Kerja: Perspektif Hukum

Dalam dunia kerja, perjanjian kerja menjadi landasan utama bagi hubungan antara karyawan dan perusahaan. Namun, ketika sebuah perusahaan memberlakukan larangan karyawan untuk menikah selama masa kontrak, muncul pertanyaan mengenai keabsahan hukum dan kesesuaian dengan undang-undang yang berlaku.

Perjanjian Kerja Tertulis dan Kewenangan Perusahaan

Seiring dengan perkembangan hukum ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan membuat perjanjian kerja tertulis untuk karyawan yang bekerja secara kontrak. Namun, penting untuk diingat bahwa ketentuan perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Larangan Menikah dan Hamil Menurut UU Ketenagakerjaan dan Perppu Cipta Kerja

Menurut Pasal 81 angka 43 Perppu Cipta Kerja, yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf d dan e UU Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) kepada pekerja/buruh dengan alasan menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. Artinya, larangan menikah selama masa kontrak kerja tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Penting untuk dicatat bahwa PHK yang dilakukan karena alasan karyawan menikah atau hamil dianggap batal demi hukum, dan pengusaha diwajibkan untuk mempekerjakan kembali karyawan tersebut.

Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kebebasan Memilih Pekerjaan

Pasal 38 ayat (2) UU HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. Dalam konteks ini, larangan menikah selama masa kontrak kerja bertentangan dengan hak tersebut, karena setiap karyawan berhak atas syarat ketenagakerjaan yang adil, termasuk kebebasan untuk menikah.

Perlindungan Khusus untuk Karyawan Perempuan

Lebih lanjut, UU HAM memberikan perlindungan khusus kepada karyawan perempuan terkait pelaksanaan pekerjaan atau profesinya. Hal ini mencakup ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Dengan demikian, larangan menikah dan hamil selama masa kontrak kerja dapat dianggap melanggar hak-hak khusus ini.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis hukum, larangan karyawan menikah selama masa kontrak kerja tidak memiliki dasar hukum yang sah. Selain melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan, larangan tersebut juga bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan memilih pekerjaan. Perusahaan seharusnya memahami bahwa memberikan kebebasan kepada karyawan untuk menjalani hidup pribadi mereka, termasuk pernikahan, adalah hak yang dilindungi oleh undang-undang.


Kantor Hukum Jogjalawkarta adalah kantor pengacara yang telah menangani berbagai perkara hukum baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata sejak tahun 2018 seperti pendampingan perkara perdata, cerai talak, gugat cerai, permohonan dispensasi kawin, gugatan hak asuh anak, permohonan penetapan ahli waris, sengketa wanprestasi/perbuatan melawan hukum, pendampingan perkara pidana, mediasi, negosiasi, dan masih banyak lagi. Selain itu Kantor Hukum Jogjalawkarta telah membantu berbagai industri dan bisnis dalam memberikan solusi hukum terbaik yang berkaitan dengan peraturan-peraturan di Indonesia.

Untuk informasi lebih lengkapnya anda dapat menghubungi kami via:
WhatsApp : (0812-1080-4902)
Instagram : @jogjalawkarta
Facebook : Jogjalawkarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *