Dapatkah Suatu Perjanjian Tanpa Meterai Dianggap Sah?

Pertama dapat kita ketahui bahwa pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai menyebutkan bahwa Meterai adalah pajak atas Dokumen. Pembubuhan meterai dalam dokumen dapat diartikan sebagai salah satu objek pemasukan bagi kas negara. Dengan demikian, terbubuhinya meterai dalam suatu perjanjian hanya akan menjadi simbol bahwa para pihak telah membayar pajak atas dokumen yang mereka tanda-tangani, bukan perihal sah atau tidaknya suatu dokumen.

Jika meterai tidak berfungsi sebagai penentu sah atau tidaknya suatu perjanjian, lantas hal apa saja yang membuat suatu perjanjian dianggap sah secara hukum?

Nah, agar perjanjian dapat dianggap sah dan mengikat para pihak. Ada 4 hal yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPE) yaitu :

  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu pokok persoalan tertentu;
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Oleh karena itu, ketiadaan meterai dalam dokumen perjanjian tidak semata-mata berarti bahwa suatu perjanjian dianggap tidak sah ya!

Kantor Hukum Jogjalawkarta adalah kantor pengacara yang telah menangani berbagai perkara hukum baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata sejak tahun 2018 seperti pendampingan perkara perdata, cerai talak, gugat cerai, permohonan dispensasi kawin, gugatan hak asuh anak, permohonan penetapan ahli waris, sengketa wanprestasi/perbuatan melawan hukum, pendampingan perkara pidana, mediasi, negosiasi, dan masih banyak lagi. Selain itu Kantor Hukum Jogjalawkarta telah membantu berbagai industri dan bisnis dalam memberikan solusi hukum terbaik yang berkaitan dengan peraturan-peraturan di Indonesia.

Untuk informasi lebih lengkapnya anda dapat menghubungi kami via :
WhatsApp : (0812-1080-4902)
Instagram : @jogjalawkarta
Facebook : Jogjalawkarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *