MENGENAL ASAS LEGALITAS

Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.[2] Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya.

Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela, yaitu adanya suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang merumuskan perbuatan tercela itu dan memberikan suatu sanksi terhadapnya. Kalau, misalnya seseorang suami yang menganiaya atau mengancam akan menganiaya istrinya untuk memaksa bersetubuh tidak dapat dipidana menurut KUHP yang berlaku. Sebab Pasal 285 KUHP (Pasal 242 Wetboek van Strafrecht/Sr) hanya mengancam perkosaan “di luar pernikahan”. Syarat tersebut di atas bersumber dari asas legalitas.[3]

Kemudian, Asas legalitas mempunyai tiga prinsip yang harus dipenuhi, yaitu:

  • Lex scripta yang mana asas legalitas mengandalkan pada hukum tertulis. Setiap orang hanya dapat dituntut pidana karena perbuatannya apabila terlebih dulu terdapat rumusan peraturan perundang-undangan yang menyatakan perbuatan demikian itu sebagai tindak pidana. 
  • Lex temporis delicti yang mengandung makna sebagai larangan retroaktif yang mana rumusan hukum pidana selalu berlaku ke depan (prospektif), bukan berlaku surut (retroaktif). 
  • Larangan penggunaan analogi. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum pidana karena diperlukan untuk memahami undang-undang hukum pidana yang tidak selalu jelas rumusannya tetapi analogi tidak diperbolehkan karena analogi bukan penafsiran melainkan metode konstruksi.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mempunyai makna tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana jika belum ada ketentuan yang mengatur dan juga mempunyai tiga prinsip, yaitu lex scripta, lex temporis delicti dan larangan penggunaan analogi.

Sumber: 

jogjakota.go.id

binus.ac.id

Kantor Hukum Jogjalawkarta adalah kantor pengacara yang telah menangani berbagai perkara hukum baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata sejak tahun 2018 seperti pendampingan perkara perdata, cerai talak, gugat cerai, permohonan dispensasi kawin, gugatan hak asuh anak, permohonan penetapan ahli waris, sengketa wanprestasi/perbuatan melawan hukum, pendampingan perkara pidana, mediasi, negosiasi, dan masih banyak lagi. Selain itu Kantor Hukum Jogjalawkarta telah membantu berbagai industri dan bisnis dalam memberikan solusi hukum terbaik yang berkaitan dengan peraturan-peraturan di Indonesia.

Untuk informasi lebih lengkapnya anda dapat menghubungi kami via :
WhatsApp : (0812-1080-4902)
Instagram : @jogjalawkarta
Facebook : Jogjalawkarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *